Langsung ke konten utama
AL FATIHAH
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
Tafsir Al Fatihah

Nama lain surat al fatihah dan tempat diturunkannya

Surat al Fatihah dikenal memiliki tiga nama diantaranya : Fatihatul Kitab, Ummul Qur’an, as sabu al matsani. Al Fatihah diberi nama dengan Fatihatul kitab dikarenakan kitab al Qur’an dimulai dengannya, al Fatihah juga dikenal dengan nama Ummul Qur’an dikarenakan dalam segi penulisan dan bacaan dalam sholat dimulai dengannya dan juga al Fatihah dianggap sebagai pokok (asal)- nya al Qur’an sehingga al fatihah disebut juga dengan ummul qur’an, sedangnpenyebutan al fatihah dengan nama as sabu al matsani dikarenakan al fatihah di dalam sholat digunakan untuk tsana’ (memuji) dan juga dibaca ditiap-tiap rakaat.
Menurut pendapat para ulama’ al fatihah termasuk surat makiyah (diturunkan dimakah), ada juga yang menyatakan bahwa surat al fatihah diturunkan dua kali sebagian dimakah dan sebagaian di madinah akan tetapi pendapat yang pertama merupakan pendapat yang lebih sahih (benar). Pendapat ini dikuatkan dengan firman allah ta’ala yaitu : "ولقد آتيناك سبعا من المثاني"( 87-الحجر ) bila kita analisa perkataan آتيناك merupakan kalimat fi’il madhi yang menunjukkan arti lampau (hal yang telah terjadi) sedangkan yang dikehendaki dengan kalimat سبعا من المثاني adalah surat al fatihah, maka bila kita gabungkan pengertian ayat diatas adalah “sungguh telah aku berikan padamu surat al fatihah” , bila ayat 87 dalam surat al hijr menjelaskan bahwa Nabi telah diberikan surat al fatihah (as sabu al mastani) sebelum nya, maka sudah barang tentu surat al fatihah juga diturunkan dimakah.sebab surat al hijr sendiri juga diturunkan dimakah, dan sangatlah tidak mungkin al fatihah dianggap ayat madaniah yang dikhabarkan dengan ayat makkiyah karena antara surat makiayah dan madaniah, qurun waktu turunnya lebih dahulu surat makiyah.

Penjelasan perayat dari surat al fatihah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih (di dunia dan akhirat) dan penyayang (di akhirat)”
Para ulama’ menyatakan bahwa ba’ yang terdapat dalam kalimat بِسْمِ adalah huruf yang mengejerkan sebagaimana عن dan على yang memiliki ta’aluq lafaz yang dibuang bila ditampakkan bisa menggunakan أقرأ atau أتلو sedangkan kalimat اسْمِ berasal (tercetak) dari kata السمو , alif yang terdapat pada lafaz اسْمِ dihilangkan karena mempermudah penggunaan dalam bahasa arab.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang lafaz اللَّهِ : menurut al khalil lafaz اللَّهِ adalah lafaz yang menjadi isim ‘alam (nama) yang hanya diperuntukkan kepada allah ta’ala dan tidak tercipta dari lafaz lain. Sedangkan menurut ulama’ yang lain menyatakan lafaz اللَّهِ memiliki asal / tercipta dari lafaz lain, ada yang menyatakan berasal dari lafaz أله إلاهة yang diartikan dengan عبد عبادة (beribadah), karena manusia beribadah kepadaNya. Ada juga yang menyatakan berasal dari lafaz ألهت إلى فلان yang menggunakan arti سكنت إليه (saya merasa nyaman padanya), dikarenakan manusia akan merasa nyaman ketika selalu menggingatNya.
Menurut Abu Ja’far lafaz الرَّحْمَنِ mengikuti wazan فَعلان yang diciptakan dari lafaz رَحم, sedangkan lafaz الرحيم mengikuti wazan فعيل juga berasal dari lafaz رَحم , mungkin kita memiliki sedikit pertanyaan apa tujuan dari pengulangan lafaz الرَّحْمَنِ dan الرحيم bila keduanaya berasal dari lafaz yang sama dan tentunya memiliki arti yang tidak jauh berbeda pula..? pertanyaan tersebut dapat dijelaskan dengan adanya hadist yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Fadl dibawah ini :
حدثنا إسماعيل بن الفضل، قال: حدثنا إبراهيم بن العلاء، قال: حدثنا إسماعيل بن عياش، عن إسماعيل بن يحيى، عن ابن أبي مُليكة، عمن حدثه، عن ابن مسعود - ومسعر بن كدام، عن عطية العَوفي، عن أبي سعيد - يعني الخدريّ - قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنّ عيسى ابن مريم قال: الرحمن رَحمنُ الآخرة والدنيا، والرحيم رحيمُ الآخرة".
Pada intinya hadist diatas menjelaskan bahwa Rosululah pernah bersabda bahwa Nabi Isa bin Maryam pernah mengatakan : kata الرحمن (pengasih) diberikan di dunia dan akhirat sedangkan kata الرحيم diperuntukkan pada arti mengasihi diakhirat saja. Dari penjelasan hadist diatas sangatlah jelas sekali tujuan disebutkannya lafaz الرحمن dan الرحيم, yaitu Allah ta’ala merupakan dzat yang selalu mengasihi hamba-hambanya yang beriman di dunia maupun di akhirat dan juga tetap menyayangi hamba-hambanya yang tidak beriman (orang-orang kafir) di dunia. Hal ini dibuktikan dengan tetap diberikannya kenikmatan-kenikmatan dunia pada orang-orang yang tidak beriman. Pendapat ini di perkuat dengan adanya firman Allah ta’ala dalam surat Ibrahim : 34 yang menyebutkan bahwa “seandainya kamu sekalian menghitung nikmat-nikmat yang telah Allah berikan niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya”
Di kalangan para ulama’ terdapat perbedaan pendapat tentang basmalah, apakah termasuk ayat surat al fatihah atau bukan ? apakah termasuk ayat dalam surat-surat yang lain atukah hanya sekedar pemisah ditiap surat yang ada dalam al Qur’an ? dan apakah merupakan suatu keharusan membaca basmalah dengan keras pada saat membaca fatihah dalam sholat ?
Dari perbedaan pendapat yang ada secara garis besar dapat disimpulkan menjadi tiga pendapat yaitu :
1. Pendapat yang menyatakan bahwa basmalah adalah termasuk bagian dari surat al fatihah akan tetapi tidak termasuk dalam bagian surat-surat yang lain dalam al Qur’an dan penyebutan basmalah di surat selain fatihah hanyalah bertujuan untuk memisahkan surat yang satu dengan yang lainnya, pendapat ini didukung oleh para qura’ (ahli dalam bacaan al qur’an)-nya daerah makah dan kufah serta ulama’ fiqh dari hijaj.
2. Pendapat yang menyatakan bahwa basmalah adalah bagian dari surat al fatihah dan juga termasuk bagian dari surat-surat yang lain dalam al Qur’an selain surat at taubah, pendapat ini diucapkan oleh as Staury, al Mubarak, as Syafi’i.
3. Pendapat yang menyatakan bahwa basmalah bukanlah merupakan bagian dari surat al Fatihah dan juga bukan merupakan bagian dari surat-surat yang lain dalam al Qur’an, adapun memulai surat yang ada dalam al qur’an dengan basmalah adalah bertujuan untuk mencari berkah dan mengikuti hadist Nabi yang menyebutkan supaya dalam melakukan segala sesuatu yang baik dimulai dengan basmalah.
Sedangkan perbedaan pendapat tentang hukum membaca basmalah dengan keras pada saat melakukan sholat yang bacaannya dikeraskan, disebabkan oleh perbedaan istinbath dari hadist Nabi S.A.W. Orang yang berpendapat diharuskannya membaca keras basmalah pada saat melakukan sholat yang bacaannya dikeraskan berpedoman pada hadist Nabi yang diriwayatkan oleh al bukhari yaitu :
وأخرج البخاري في صحيحه عن أنس أنه سئل عن قراءة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : كانت قراءتُه مدّاً ، ثم قرأ { بسم الله الرحمن الرحيم } يمدّ بسم الله ، ويمدّ الرحمن ، ويمدّ الرحيِّم . وأخرج أحمد في المسند ، وأبو داود في السنن ، وابن خزيمة في صحيحه
“sahabat anas pernah ditanya tentang bacaan Nabi S.A.W, lalu dia menjawab bahwa bacaannya Nabi adalah panjang, lalu beliau membaca basmalah yang bacaannya dipanjangkan, dan juga beliau memanjangkan bacaan lafaz ar rahman dan ar rahim”

Dan juga hadist yang diriwayatkan oleh al Hakim dalam mustadraknya :
وقد أخرجه الحاكم في المستدرك عن ابن عباس بلفظ : «كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجهر ب { بسم الله الرحمن الرحيم } ، ثم قال : صحيح .
“al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abas dengan lafaz : Rosululah membaca keras bacaan basmalah…..lalu al hakim mengatakan bahwa hadist ini adalah sahih”

Orang yang berpendapat sesungguhnya tidak dianjurkan membaca basmalah dengan keras pada saat membaca bacaan dalam sholat berpedoman dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam muslim dalam kitab sahihnya yaitu :
عن عائشة قالت : «كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفتتح الصلاة بالتكبير ، والقراءة ب { الحمد لله ربّ العالمين }
“diriwayatkan dari aisyah bahwa Nabi memulai sholat dengan melakukan takbir, dan membaca bacaab alhamdulillahi robbil alamin “
Dan juga hadist yang diriwayatkan oleh anas yaitu :
عن أنس قال : «صليت خلف النبيّ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكر ، وعمر ، وعثمان ، فكانوا يستفتحون ب { الحمد لله ربّ العالمين } .
“saya melakukan sholat dibelakang Nabi, Abi Bakar, Umar, ustman, mereka semua memulai dengan membaca alhamdulilahi robbil alamin”

Bila kita mencermati beberapa pendapat ulama’ diatas memang hadist yang menjelaskan tidak dibacanya basmalah pada saat membaca bacaan al quran dalam sholat termasuk hadist yang sahih, akan tetapi menetapkan dibacanya basmalah pada saat membaca bacaan al qur’an dalam sholat adalah pilihan yang lebih baik, karena dengan membaca keras basmalah dapat memberikan dua pemahaman yaitu : basmalah termasuk ayat al qur’an, dan juga dianjurkannya membaca keras basmalah saat mulai membaca bacaan surat-surat al qur’an yang lain dalam sholat.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Lafaz الْحَمْدُ لِلَّهِ dalam disiplin ilmu bahasa arab termasuk kalam (ucapan) khabar, Allah ta’ala seakan-akan memberi khabar kepada umat manusia bahwa dzat yang berhak untuk dipuji adalah allah semata, dalam ayat ini juga mengandung ajaran agar umat manusia memuji Allah. Kata الْحَمْدُ (pujian) tidaklah sama dengan kata الشكر (bersyukur) karena perkataan الْحَمْدُ (pujian) bisa memiliki pengertian mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan, bisa juga mengandung arti memuji seseorang atas ilmu yang dimiliki sedangkan kata الشكر (bersyukur) biasa dipaki dalam mensyukuri nikmat yang telah diberikan. Jadi kata الْحَمْدُ memiliki pengertian yang lebih luas dari pada kata الشكر yang hanya dipakai dalam pengertian mensyukuri nikmat. Ada juga yang berpendapat bahwa kata الْحَمْدُ digunakan untuk syukur yang diucapkan dengan lisan (lidah) sedangkan kata الشكر digunakan untuk syukur yang dinyatakan dengan perbuatan tidak sekedar ucapan saja, pendapat ini berpedoman dengan penertian yang terkandung dalam dua buah ayat al qur’an yaitu : "وقل الحمد لله الذي لم يتخذ ولدا"( 111-الإسراء ) dan ayat "اعملوا آل داود شكرا"( 13-سبأ ) . lam yang terdapat pada kalimat لِلَّهِ menunjukkan arti lil istihqaq (kepemilikan) seperti halnya contoh الدار لزيد “rumah milik zaid” maka kata الحمد لله bila kita artikan dengan sempurna adalah “Katakanlah bahwa segala puji adalah milik allah”.
Lafaz رَبِّ bisa memiliki dua arti yaitu : yang memiliki, atau yang menjaga sedangkan pengertian untuk lafaz الْعَالَمِينَ dikalangan para ulama’ terdapat beberapa pendapat diantaranya :
1. Menurut Ibnu Abas yang dimaksud dengan lafaz alamin tersebut adalah manusia dan jin, karena merekalah yang terkena khitob untuk menjalankan perintah dan larangan-larangan allah S.W.T.pendapat Ibnu abas ini bertendensi pada ayat "ليكون للعالمين نذيرا"( 1-الفرقان ) karena yang mendapatkan nadir (ancaman dg surga dan neraka) adalah dari golongan manusia dan jin.
2. Menurut Qotadah, Mujahid dan Hasan yang dimaksud dengan ’alamin adalah semua mahluk baik dimuka bumi maupun dilangit, pendapat ini bertendensi pada ayat : "وقال فرعون وما رب العالمين قال رب السماوات والأرض وما بينهما" dalam ayat ini kata ‘alamin di beri penjelasan dengan langit dan bumi serta segala isinya.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Penjelasan untuk ar rahman dan ar rahim telah dibahas dalam penjelasan basmalah.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Para ulama’ yang ahli dalam bidang bacaan al qur’an dalam membaca lafaz مَالِكِ ada yang membaca مَالِكِ ada juaga yang membaca مَلِك يَوْمِ الدِّينِ, dari kedua bacaan tersebut sama-sama dianggap sahih (benar). Arti dari kedua bacaan tersebut juga tidak berbeda, seperti halya lafaz حذرين وحاذرين yang dari segi lafaz berbeda tapi artinya tetap sama. Lafaz مَالِكِ maupun مَلِك memiliki arti “yang memiliki”. dalam mengartikan lafaz الدِّينِ dari ayat مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ulama’ juga memiliki pendapat yang berbeda-beda, menurut Mujahid kata الدِّينِ diartikan dengan pembalasan bila digabungkan dengan kata يَوْمِ maka memiliki arti hari pembalasan, sedangkan menurut Muhammad bin ka’b al qurthuby kata الدِّينِ diartikan dengan agama, bila digabungkan dengan kata sebelumnya menurutnya memiliki arti “yang memiliki hari dimana pada hari itu tidak ada yang bermanfaat kecuali agama”. Ada juga yang berpendapat bahwa kata الدِّينِ pada ayat tersebut diartikan dengan ketaatan, bila digabung memiliki arti “yang memiliki hari ketaatan”.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Lafaz إِيَّا adalah kalimat domir yang harus di idofahkan (digabungkan) dengan isim domir, pemakaian lafaz tersebut selalu diletakkan didepannya fi’il seperti contoh : إياك أعني، tidak boleh diletakkan setelah fi’il kesuali terdapat pemisah seperti contoh : ما عنيت إلا إياك lafaz نَعْبُدُ biasa diartikan dengan beribadah dan taat yang disertai merendahkan diri sedangkan lafaz نَسْتَعِينُ diartikan dengan mencari pertolongan, bila digabungkan dengan lafaz sebelumnya maka memiliki arti “hanya padamu kami mencari pertolongan dalam menjalankan ibadah dan setiap pekerjaan yang kami lakukan” ayat ini juga pernah dijadikan do’a oleh Nabi saat berperang melawan musuh, dikisahkan pada waktu itu nabi sedang menghadapi musuh dalam peperangan lalu Nabi mengucapkan ayat " يا مالك يوم الدين إياك نعبد وإياك نستعين " setelah Nabi selesai mengucapkan ayat tersebut tiba-tiba musuh yang beliau hadapi berjatuhan tanpa terkena senjata sedikitpun.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Lafaz اهْدِنَا adalah lafaz yang muta’adi (membutuhkan maful/sasaran dari suatu aktifitas) dengan tanpa bantuan huruf, tapi juga ada yang muta’adinya dengan bantuan huruf baik لام maupun الى , antara keduanya (yang muta’adi dengan huruf lain atau tidak) memiliki arti yang sama yaitu : petunjuk, pertolongan, atau ilham. Lafaz الصِّرَاطَ para ulama’ kebanyakan membacanya dengan menggunakan huruf الصاد tapi juga ada yang membaca dengan menggunakan huruf السين sehingga menjadi السِرَاطَ, diantara kedua bacaan tersebut semuanya dianggap benar akan tetapi yang paling baik adalah bacaan yang menggunakan huruf الصاد. Dua pendapat ini bertendensi pada dua hadist yang berbeda yaitu :
وقد أخرج الحاكم وصححه وتعقبه الذهبي عن أبي هريرة : «أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ { اهدنا الصراط المستقيم } بالصاد»
Hadist yang menjelaskan nabi pernah membaca اهدنا الصراط المستقيم dengan menggunakan huruf بالصاد.
وأخرج سعيد بن منصور ، وعبد بن حميد ، والبخاري في تاريخه عن ابن عباس : «أنه قرأ الصراط بالسين»
Hadist yang diriwayatkan oleh sa’id bin mansur ini menjuelaskan bahwa Nabi pernah membaca اهدنا الصراط المستقيم dengan menggunakan huruf بالسين . dalam menafsirkan الصراط المستقيم para ulama’ terdapat perbedaan pedapat walaupun secara esensi semuanya sama, ada yang menyatakan maksud dari الصراط المستقيم adalah agama islam, ada juga yang menyatakan maksudnya adalah kitabullah, ada juga yang menyatakn maksudnya adalah Rosululah dan para sahabatnya. Dari pendapat tersebut kelihatannya antara pendapat satu dengan lainnya berbeda tapi sebenarnya memiliki esensi yang sama, karena orang yang mendapat petunjuk mengikuti agama islam, atau mengikuti kitabullah, atau mengikuti Nabi dan para sahabatnya pada hakikatnya termasuk orang-orang yang berada dalam jalan kebenaran.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Lafaz صِرَاطَ diabaca nasab boleh dianggap menjadi badal dari lafaz صِرَاطَ sebelumnya yang berfaedah menjadi taukit (penguat) boleh juga dijadikan ataf bayan yang berfaedah menjadi penjelas dari lafaz sebelumnya, untuk lebih jelasnya coba perhatikan arti lengkapnya dibawah ini :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
“tunjukkanlah kami pada jalan kebenaran (islam)” “yaitu (kata-kata yaitu merupakan arti ataf bayan yang berfungsi sebagi penjelas dari lafaz sebelumnya) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat…..”
Sedangkan yang dimaksud dengan الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ “orang-orang yang telah engkau beri nikmat” adalah orang-orang yang taat kepada Allah dan Rosulnya sebagaimana penjelasan dalam surat an nisa’ :69-70
وَمَن يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الذين أَنْعَمَ الله عَلَيْهِم مّنَ النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقاً * ذلك الفضل مِنَ الله وكفى بالله عَلِيماً } [ النساء : 69 70 ]
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa orang-orang yang taat kepada Allah dan Rosulnya adalah orang-orang yang akan disertakan dengan orang-orang yang telah diberi nikmat yaitu para Nabi,Syuhada’,Orang-orang saleh.
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
Dalam bahasa arab kalimat عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ ini menjadi badal dari kalimat الذين أنعمت عليهم , yang mengandung arti orang yang mendapatkan nikmat yaitu orang-orang yang selamat dari murka Allah ta’ala.
وَلَا الضَّالِّينَ
Lafaz وَلَا الضَّالِّينَ menjadi taukit (penguat perkataan) naïf yang difaham dari lafaz غَيْرِ الْمَغْضُوبِ sedangkan pengertian dolal (yang diambil dari lafaz وَلَا الضَّالِّينَ ) adalah berpaling dari jalan kebenaran, lalu yang dimaksud dengan orang-orang yang mendapat murka dan orang-orang yang tersesat adalah orang Yahudi dan Nasrani hal ini di kuatkan dengan firman Allah dan hadist Nabi yaitu:
بِئْسَمَا اشتروا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُواْ بِمَآ أنَزَلَ الله بَغْياً أَن يُنَزِّلُ الله مِن فَضْلِهِ على مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَآءُو بِغَضَبٍ على غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ [ البقرة : 90 ]
وأخرجه سفيان بن عيينة ، في تفسيره ، وسعيد بن منصور ، عن إسماعيل بن أبي خالد أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " المغضوب عليهم : اليهود ، والضالون : النصارى "
Menurut madzhabnya para ulama’ yang telah di sahihkan, kebanyakan orang dalam membaca huruf الضاد kurang begitu fasih bahkan terkadang menyerupai bacaan huruf الظاء walaupun demikian para ulama’ menganggap kejadian seperti ini tidak dikategorikan dalam kesalahan yang fatal dan tidak memberikan implikasi pada bacaan fatihannya ketika sedang melaksanakan sholat.

Surat al fatihah terdiri dari tuju ayat yang keseluruhannya mencakup berbagai hal yang terkandung dalam al qur’an diantaranya : memuji pada allah dengan menyebutkan nama allah ta’ala, memberi petunjuk pada hambanya untuk meminta pada-Nya dan selalu mendekatkan diri serta meiliki keihlasan dalam melakukan ibadah kepada-Nya, mensucikan bahwa allah adalah dzat yang maha tunggaldan tidak ada yang dapat menyamainya, memohon kepada-Nya agar selalu ditunjukkan pada jalan kebenaran dan tidak berpaling darinya sanpai hari kiamat datang dan mempu melewati syirat yang pada kahirnya mendapat kenikmatan disurga, bersanding dengan para Nabi, para Syuhada’ dan orang-orang yang saleh.
Refrensi :
Abu fida' ismail bin umar bin ibnu katsir "Tafsir ibnu katsir"
abu ja'far at thobary "jami' al bayan fi ta'wilil qur'an"
Abu abdilah muhamad bin umarbin hasan bin husain"Mafatihul goib"

Komentar

  1. syukron lakum ala bayan w ta"lim....jazakumullAH khoiron katsir......

    BalasHapus
  2. syukron lakum ala bayan w ta"lim....jazakumullAH khoiron katsir......

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBANGUNAN MASJID PP. ALHIKMAH Pesantren al hikmah sejak berdiri hingga sekarang telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bidang pendidikan maupun sarana dan prasarana. Dalam bidang pendidikan, pesantren al hikmah telah memiliki pendidikan formal maupun non formal, pendidikan formal yang telah dikelola pesantren alhikmah meliputi TK, MI , MTS , MA dan baru baru ini telah mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam Al hikmah (STAISA) Yang telah memiliki dua jurusan Tarbiyah dan Syari’ah. Sedangkan dalam pendidikan non formal meliputi sekolah Persiapan (SP), Ula, Wustho. Skolah persiapan diperuntukkan santri-santri baru yang belum mampu menulis dan membaca bahasa arab,sedang pada jenjang ula diperuntukkan untuk belajar mengenal tata bahasa arab dan cara memberima’na kitab kuning. Pada jenjang berikutnya yaitu wustho para santri akan dibimbing untuk memperdalam tata bahasa arab dengan materi kitab alfiyah ibnu malik, shorof , I’lal dan bebrapa materi tentang hadis dan adab. Dengan s
TAYAMUM Definisi Tayamum Islam merupakan agama yang tidak mempersulit penganutnya dalam menjalankan ibadah, hal ini dibuktikan dengan diberikannya dispensasi pada seseorang yang dalam kondisi tertentu tidak dapat menjalankah ibadah sebagaimana mestinya misalnya seseorang yang sedang bepergian dan jarak tempuhnya telah mencapai minimal 86 km diperbolehkan menjalankan sholat dalam bentuk yang diringkas (yang asalnya empat rakaat menjadi dua rakaat) yang lebih dikenal dengan istilah qashar sholat, begitu juga dengan seseorang yang mau melakukan wudlu’ tidak menjumpai air,atau menjumpai air yang dapat digunakan wudlu’ akan tetapi karena suatu sebab (misalnya dalam kondisi sakit) dia tidak bisa menggunakan air tersebut, maka baginya diperbolehkan untuk melakukan tayamum sebagai gantinya wudlu’. Tayamum secara etimologi biasa diartikan dengan menuju seperti dalam ucapan bahasa arab تَيَمَّمْت فُلَانًا yang ditafsiri dengan قَصَدْته yang memiliki arti saya menuju pada si fulan , sedangkan pe